Kabanti adalah nyanyian tradisional berisi ungkapan hati, nasihat, adat istiadat (budaya), dan sebagainya. Sebagai sebuah tradisi lisan, siapapun dapat menyanyikannya, laki-laki atau perempuan. Tidak ada pengkhususan usia, kasta atau marga, siang atau malam. Tradisi lisan ini dapat dilantunkan siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
Sebagai sebuah tradisi lisan, kabanti dinyanyikan secara spontan, baik perseorangan maupun perbalasan. Nyanyian tradisi ini akan menjadi lebih menarik, jika di iringi music khas, yakni musi gambus, biola, gendang atu rebana, dan alat bunyi-bunyian lainnya. La ode ajiju dan pegiat kabanti lainnya, hidup dalam keterbatasan ekonomi. Hidup mereka semata tergantung pada ada tidaknya masyarakat yang membutuhkan jasanya untuk melantunkan kabanti. Jika dalam satu bulan tidak ada yang mengundangnyauntuk menghibur masyarakat, ia dan keluarganya harus bersusah payah mencari pinjaman uang agar dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Sekali pertunjukan , pegiat kabanti biasanya menerima upah sebesar Rp. 700.000 – Rp. 1.000.000. Jumlah itu akan dibagi kepada pemain gendang atau rebana. Biaya itu digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup rumah tangga, merawat alat musik, dan biaya operasional lainnya.
Sekali pertunjukan , pegiat kabanti biasanya menerima upah sebesar Rp. 700.000 – Rp. 1.000.000. Jumlah itu akan dibagi kepada pemain gendang atau rebana. Biaya itu digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup rumah tangga, merawat alat musik, dan biaya operasional lainnya.
Menjadi pegiat kabanti bukanlah pilihan hidup yang dapat membantu meningkatkan taraf hidup ekonomi. Bagi mereka, melestarikan kabanti disebabkan oleh kecintaan dan ikatan kultural yang kuat terhadap tradisi bertutur itu. Biasanya, orang tua mereka penggiat kabanti juga.
Warisan Budaya
Pemerintah pusat melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) bersama asosiasi tradisi lisan telah menaruh perhatian serius terhadap tradisi lisan kabanti yang bermukim di pulau wangi-wangi, kabupaten wakatobi, bernama La ode kamalludin, telah di tetapkan sebagai maestro kabanti. Penetapan tersebut didasari oleh dedikasi atas segala upayanya melestarikan tradisi lisan tersebut. Pemerintah pusat mengapresiasi komitmen dan dedikasi itu melalui penghargaan dan sejumlah dukungan lainya.
Penetapan maestro tersebut bertujuan memacu masyarakat dan pemerintah daerah untuk aktif melestarikan kabanti sebagai salah satu khasanah kebudayaan nusantara. Kabanti diharapkan menjadi kebudayaan lisan yang tetap hidup dan memberi guna bagi masyarakat pendukungnya. Namun begitu, kebijakan kemendikbud ini belumlah berdampak signifikan bagi kelestarian kabanti. Pasalnya, pemerintah daerah belum menempatkan kebijakan melestarikan dan mengembangkan kesenian itu sebagai program utama pengembangan tradisi lisan.
La ode kamaluddin pun terus bergerilya mengajak masyarakat untuk melestarikan kabanti. Faktanya, hajatan-hajatan masarakat yang memberi ruang pada pertunjukan itu semakin terbatas. Beberapa pandangan mengenai perlunya pelestarian kabanti.
Pertama, kabanti menjadi medium penyampai pesan, ruang ekspresi sopan dan santun masyarakat. Pada fungsi pertama itu, kabanti menjadi medium untuk mengungkapkan perasaan kepada pihak lain, baik kepada sesama warga maupun pemerintah. Pesan disampaikan dengan menggunakan diksi-diksi yang sopan dan halus.
Kedua, pertunjukan kabanti menjadi penyambung hiburan, terutama bagi masyarakat berusia 50 tahun ke atas. Pertunjukan kabanti menjadi popular terutama pada tahun 1970 an dan masa masa sebelumnya. Kala itu penikmatnya dari berbagai kalangan, tua dan muda. Belakangan penikmat kabanti hanyalah mereka yang telah berusia 50 tahun. Sebabnya, panggung hiburan masyarakat terusir oleh kehadiran grup band. Sejak itu kabanti menyepi, penikmatnya kehilangan ruang. ketika kabanti kembali digairahkan, penikmatnya yang rata rata berusia tua berpesta menyambutnya. Pernah suatu daerah wakatobi, selama 33 malam, masyarakat menggelar pertunjukan kabanti, berpindah dari satu kampong ke kampong lainnya.
Ketiga, pertunjukan kabanti menjadi ruang interaksi dan silaturahim sesama warga. Kabanti hadir sebagai ruang interaksi bersahaja. Kalangan tetua yang jarang bersua, kembali membangun ineraksi di ruang-ruang pertunjukan kabanti.
Keempat, pertunjukan kabanti memiliki fungsi ekonomi. Kabanti selain menjadi ruang budaya, juga memiliki fungsi ekonomi bagi pegiatnya. Pegiat kabanti menggantungkan hidup dari hasil menggelar kabanti. Setiap saat pegiat kabanti berharap ada masyarakat yang memerlukan jasa mereka. Semakin banyak masyarakat yang membutuhkan pertunjukan kabanti, dapur pegiat kesenian ini kan terus ngebul. Wakatobi yang kini menjadi salah satu tempat pariwisata dunia, kini semakin riuh dengan aneka hiburan. Sejumlah tari tradisi dan tari kreasi dihadirkan ke pangung - panggung pariwisata. Acara masyarakat yang biasanya mempertunjukan kabanti, mulai berganti ke pertunjukan tari dan musik.
Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi pegiat tari. Tari kreasi baru bermunculan. Mereka mewarnai panggung-pangung hiburan. Di sisi lain, suara kabanti semakin senyap. Pamggung hiburan rakyat itu benar benar menyepi. Salah seorang pegiat kabanti yang cukup populer, La ode ajiju pun telah berpulang, sedangkan yang lainnya ada yang menjadi tukang ojek agar dapur tetap ngebul.
Sumber artikel : surat kabar Media Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar